PERJALAN PENDIDIKAN NASIONAL
- 1. ELS ( 1817 & 1833) peserta didik semua anak Eropa terdapat golongan rendah ( 1817) , golongan atas ( 1833) . kurikulum berisi menulis, berhitung dan bahasa belanda dimana gurunya didatangkan dari belanda.
- 2. HBS ( 1867 ) sekolah menengah untuk persiapan menuju universitas. Anak Indonesia diterima tahun 1874 . Guru harus memiliki ijzah Ph.D atau Diploma MO.
- 3. MULO ( 1903 ) berubah menjadi sekolah MULO ( 1914) lulusannya bekerja dikantor pemerintaha, tidak hanya untuk anak belanda tetapi menjadi lembaga pendidikan sudah terdapat siswa perempuan. Kurikulum MULO ada bahasa ( Belanda, Perancis, Inggris dan Jerman ). Guru harus memiliki Ijazah HA atau Akta kepala Sekolah.
- 4. Sekolah pertukangan ( 1856 ) bertujuan untuk membantu golongan Indo - Belanda agar dapat mencari penghidupan yang layak.
- 1. Sekolah Pendidikan Guru (1834). sebelum menghasilkan jumlah guru yang cukup, tahun 1892 terdapat pengangkatan guru besar-besaran.
- 2. Sekolah Raja (1865). Untuk golongan bangsawan pribumi yang akan dilibatkan sebagai pegawai pemerintah. Sekolah Raja (OSVIA) ditingkatkan menjadi sekolah menengan MOSVIA.
- 3. Sekolah Kelas Satu. Untuk golongan bangsawan pribumi sebagai pegawai administrasi, perdagangan, dan perusahaan. Tahun 1912 diubah menjadi HIS. Guru merupakan lulusan sekolah guru.
- 4. Sekolah Kelas Dua. Tidak ada perluasan sekolah karena dikhawatirkan siswa lebih tertarik unruk bekerja di kantor bukan di pedesaan sehingga mayoritas siswa berasal dari golongan rendah.
- 5. Sekolah Desa (1907). Sekolah paling sederhana dibanding Sekolah Kelas Dua karena ditunjukkan untuk memberantas buta huruf pribumi di pedesaan. Guru berasal dari juru tulis desa.
- 6. HIS (1914). Sekolah untuk golongan elite kalangan Indonesia untuk memperoleh pendidikan khususnya Pendidikan Barat. Kurikulumnya semua mata pelajaran ELS bahkan lebih banyak dengan adanya bahasa Melayu dan Arab. Guru berasal dari lulusan HKS.
- 7. AMS (1919). Sekolah lanjutan dari MULO dan HIS. Mayoritas siswa Indonesia. AMS terbagi atas bagian A (sastra & sejarah) bagian B (matematika dan fisika)
Pada permulaan abad ke-20 (“Kebangunan Nasional”) dimana pemerintahan berubah haluan menjadi “kolonial lunak” sistem pendidikan pada masa itu tetap menunjukan sifat “intelektualistis”, “individualistis” dan “materialistis”, tidak ada satupun yang mengandung cita-cita kebudayaan. Pada zaman ini sudah timbul kesadaran tentang pengajaran yang mengandung kebudayaan.salah satu contoh cita-cita Raden Ajeng Kartini (1900) sudah mulai mengandung jiwa nasional dan cita-cita Dokter Wahidin Sudirohusodo (1908) sudah membayangkan aliran kultural namun organisasi teknik pendidikan dan pengajaran tetap tak berubah. Pengajaran masih melekat sistem warna jiwa kolonialisme.
Pada masa kolonial jepang Pendidikan yang diberlakukan pada era pendudukan Jepang di Indonesia adalah pendidikan semi milter dengan menerapkan latihan fisik, kemiliteran, dan indoktrinasi ketat. Kualitas siswa pada masa jepang lebih rendah dari pada masa belanda. Jepang lebih menekankan untuk menghasilkan militer dan tenaga buruh yang membuat pendidikan lanjutan menjadi kurang. Sekolah - sekolah yang bertipe akademis diganti dengan sekolah- sekolah yang bertipe vokasi. Dan jepang menghapus dualisme pendidikan dan menggantinya dengan kebijakan sekolah umum dengan menghapus bahasa belanda sebagai bahasa pengantar disekolah.
PENDIDIKAN AWAL KEMERDEKAAN INDOENSIA
Pada awal kemerdekaan, pembelajaran di sekolah-sekolah lebih ditekankan pada semangat nasionalisme dan membela tanah air.Soekarno, presiden pertama Indonesia membawa semangat “nation and character building” dalam pendidikan Indonesia. Sistem persekolahan serta tujuan dari masing- masing tingkat pendidikan diatur dalam UU No 4 Th 1950 bab V pasal 7. Berikut beberapa tingkat sekolah yang ada pada masa orde baru :
- 1.Sekolah Rakyat (SR)
- 2.Pendidikan Guru
- Sekolah Menengah Pertama (SMP)
- Sekolah Menengah Tinggi (SMT)
- Kursus Kerajinan Negeri (KKN)
- Sekolah Teknik Pertama (STP)
- Sekolah Teknik menengah (STM)
- Pendidikan Tinggi Republik
- 1. Kurikulum 1947
- “Rentjana Pelajaran 1947”Dalam Pelaksanaan Kurikulum 1947 tidak begitu menekankan pada aspek kognitif, tetapi lebih mengutamakan pendidikan karakter seperti membangun rasa nasionalisme
- 2. Kurikulum 1952
- “Rentjana Pelajaran Terurai”
- kehidupan nyata di masyarakat (tematik) adalah hal yang paling menonjol dan menjadi ciri khas Kurikulum 1952.
- 3. Kurikulum 1964
- “Rentjana Pendidikan 1964”
- Konsep pembelajaran yang aktif, kreatif dan produktif menjadi isu-isu yang dikembangkan pada Rentjana Pendidikan 1964.